CURCOL

Sensitif
Saudaraku kalau aku lain lagi, aku punya kesensitifan di indra penglihatanku, aku tidak nyaman saja kalau melihat kamar yang berantakan, piring yang menggunung, lantai yang becek, lantai yang berdebu...Hm...aku jadi mumet dan suntuk sendiri kalau sudah begini, Saudaraku mau kah kau peduli sedikit saja dengan kondisiku itu, setidaknya membersihkan dan merapikan apa yang ada pada dirimu, bukankah segalanya berawal dari diri pribadi....
Sensitif
Saudaraku aku sensitif dengan muka masammu, aku jadi tak bergairah mengistirahatkan tubuh lelah ini di sekitar orang-orang yang bermuka masam, semuanya seperti batu yang tak bisa mengembunkan kenyamanan hati bagiku, apa yang ingin ku perbuat jadi tak bersemangat lagi, ku paksa tidur , supaya tak melihat wajahmu lagi, aku suntuk sendiri kalau melihat muka masammu itu, udah nggak cantik, eh malah bermuka masam lagi.....emang susah ya untuk senyum ya sahabat, kalau kamu emang punya problem coba dech komunikasikan, siapa tahu aku bisa bantu, dan tidak menzalimi diri sendiri karena telah berprasangka aneh padaku.
Sensitif
Hm...aku jadi bosan mendengar perintahmu, awalnya betapa aku ingin jadi orang yang bertanggung jawab, tapi melihat kau yang hanya omong Doang tapi tak melakukannya, santai saja melanggar peraturan yang dibuat, aku jadi ikut-ikutan, aku jadi tak amanah karena tersibqhah dengan tindakmu yang kaburomaktan. Saudaraku aku pun sebenarnya tahu kalau dosa orang yang berbuat salah., dan ditiru oleh orang-orang, maka ia tidak hanya menangggung dosanya saja, namun juga menaggung orang-orang yang telah tersibghah olehnya, Wow...begitu banyak sekali dosamu....begitu juga dengan dosaku mungkin....tapi...mau gimana lagi? Tak ada yang menasehatiku...aku akan...melakukan apa yang kau contohkan biar bumi penuh dengan orang-orang yang santai melanggar karena ulahmu, Hikk...Hikkk
Sensitif
Entahlah kenapa aku merasa kau mamfaatkan, kau pinjam barangku, namun tak kau jaga ia seperti ku menjaganya, ketika ku minta kau tak menyegerakannya, ketika ku minta ada saja yang hilang, bahkan kau berani tampa izin memakai barangku, kau minta izin tapi setelah kau memakainya, aku harus bilang apa, ku tahu apa yang ku miliki juga kepunyaanmu, karena kau saudaraku, tapi ku harap itu semua juga butuh pembatas, ku hanya ingin di hargai, salahkah aku? padahal ku yakin kau peka kalau aku membutuhkannya, aku menginginkan hal itu, ku yakin kau juga ingin begitu kan?, kalau seandainya kau yang punya barang, ingin kubilang saja aku tak ingin meminjamkannya padamu, namun aku juga ditakutkan dengan murka Allah karena terlalu kikir, ku tahu hartaku itu adalah ujian bagiku, ku hanya ingin kau juga menjaganya dengan baik, nanti kalau rusak apakah kau juga akan bersamaku sahabat, ataukah kau akan meninggalkan aku sendirian, menanggung kerusakan yang hanya bukan aku yang menjadi penyebabnya. Aku hanya ingin kau menjaga kepercayaanku, hingga aku juga ikhlas padamu.
Sensitif
Kenapa kau ajak aku ke acaramu, sedangkan kau tak ikut sertakan aku dalam acara itu, aku serasa seperti kambing congek yang tak di hiraukan keberadaannya, jika memang kau akan memperlakukan aku begini, jangan ajak aku, aku sedih, aku kecewa, emangnya kau anggap apa aku, babu yang bisa kau atur seenak jidatmu, aku juga manusia, aku juga punya perasaan ingin dihargai, otakku terasa mau meledak, karena tak bisa keluarkan pendapat, sungguh keterlaluan kau saudaraku, kau begitu baik dan manis ketika bersamaku, tapi ketika kau bertemu dengan teman-temanmu yang lain, kau acuhkan aku karena aku tak punya bahan obrolan yang menarik, ingin lari saja dari acaramu itu, tapi naluriku berkata agar tetap tinggal, agar kau tidak malu, ku menahannya untuk menjaga nama baikmu dari teman-temanmu itu saudaraku....Hm....hanya Allah yang tahu bagaimana hatiku saat ini.
-->
Sensitif 
Manusia itu bersifat lupa, ku tahu itu, tapi kalau keseringan itu namanya mau enaknya saja. Hatiku cendrung tidak klop denganmu yang sering lupa akan hutangmu, aku bukan orang yang cerewet menagih hutang, karenaku bukan rentenir,  karena ku masih punya hati, ku tak ingin membuatmu sakit hati, namun ku hanya berharap kau bisa peka dan bisa menepati janji. Dulu kau tersenyum ketika kulapangkan kesulitanmu, sekarang ku hanya meminta hakku karena aku sedang membutuhkannya, namun kenapa kau punya seribu alasan yang membuat aku makin kesulitan saudaraku....apa dosaku telah meminjamkannya dulu padamu,  aku jadi menyesal, syetan terus mengusikku, membuat lembaran hatiku terpanggang emosi, aku berusaha menahannya namun begitu sulit saudaraku....bantu aku....ku coba mengikhlaskan, namun alasanmu dan tindak lakumu yang tak peka itu, membuatku tak rela merelakannya, kau tertawa, di atas tangisku, kau zalimi aku dengan pilihan yang tak ku inginkan, mengikhlaskan, atau terus menagihnya, sedangkan kau tak juga sadar, aku harus bagaimana??
Sensitif
Aku bukanlah dirimu yang punya kelebihan materi sehingga aku harus berhutang padamu, betapa aku malu dan takut apabila kau menagih hutang, berhutang bukanlah keinginanku, namun dalam kondisi ini, aku butuh bantuanmu, maafkan aku jika tak menepati janji, ku coba komunikasikan namun hatiku ciut, takut kau menyemburku, aku belum siap dipermalukan. Hm...ku tunggu kau menanyakan kenapa aku jadi seperti ini, bagaimana kondisiku, tidak tahukah kau saudaraku, aku benar-benar sedang kesulitan, namun kau tampak tak mempedulikan itu, kau hanya ingin uangmu kembali, bahkan dengan teganya, kau melipat gandanya, aku makin tak kuat menggantinya. Betapa sering aku menangis mencari bagaimana solusi permasalahanku ini, tak ada teman untuk di ajak berjibaku, kemiskinanku, membuat tak lagi ada orang yang percaya padaku, tak mau menghutangiku lagi. Saudaraku..jangan zalimi aku lagi, tidakkah kau mau membantuku, sedikit meringankan bebanku, misalnya dengan tidak menggandakannya, atau memberikan sedikit perpanjangan waktu padaku, agar aku bisa membayarnya. Bantu aku. 
SensitifDiam itu emas, ku tahu itu, malah itu  sunnah Nabi khan??? Tapi menurutku ini diamnya BEDA, kau diamkan aku tampa sebab, Hu..hu...sedih rasa hati, nggak tahu salah apa, tiba-tiba didiamkan. Kau kenapa sahabatku, beginikah kau menasehatiku, seperti inikah kau menegur saudaramu ini, kenapa harus dengan cara yang kaku seperti ini?. Kau membuatku bingung, meraba-raba kesalahan apa yang telah ku lakukan padamu, sehingga kau jadi begini. Sahabat, bisakah kau rubah sikapmu itu, jangan berlama-lama mendiamkanku, jika sifatmu memang begitu, bisakah kau beritahu aku dahulu apa salahku, setelah itu....silahkan kau diam lagi. Ku benar-benar tak bisa diperlakukan begitu, kucendrung uring-uringan jika di hadapkan pada sesuatu yang tak jelas, bahkan hati ini seakan mempersalahkan diri sendiri, walaupun tak ku pungkiri juga, aku sempat berprasangka buruk padamu, padahal tak ahsanlah cara itu, apa salahnya aku berbaik sangka, mungkin kau sedang sariawan, lagi malas ngomong, atau lagi amandel, Hm....ku coba hibur diriku sendiri, tapi yang namanya syetan tak henti melemahkan imanku, ketidakjelasan ini membuatku jadi menabung dosa. Tolong terbukalah padaku, coba komunikasikan, atau jika kau tak berani langsung, cari orang yang bisa membantu.
Sensitif
Kenapa dikotori lagi, tidakkah kau tahu, itu baru saja ku bersihkan, belum kering peluh dikeningku karena membersihkan itu, dan sekarang dengan santainya kau mengotorinya lagi, kau buat lagi berantakan, lelah menjadi alasanmu untuk cuek dengan tindak lakumu yang menyakitkanku itu. Jika memang kau tak mau membersihkannya, silahkan simpan saja dulu, jangan buat syetan menuntunku untuk kesal padamu, kau sudah tahu aku sensitif dengan ketidakteraturan, namun kenapa dengan semena-mena kau melupakan itu saudaraku, kadang ku ingin hidup sendirian saja, namun itu bukanlah solusi yang baik, aku juga membutuhkanmu untuk saling berbagi, tapi tingkahmu kali ini benar-benar membuat hatiku mengkal. Pekalah sedikit atas ke sensitifanku ini sahabat.
Sensitif
Dulu kau sepermainan denganku, namun sekarang kau sudah jarang bersilahturrahmi ke tempatku, sekarang kau sudah menjadi orang besar, pemilihan kemaren mengangkat derajatmu menjadi lebih baik dariku. Ku tak pernah ingin menagihnya darimu, karena ku tahu kau sangat sibuk saat ini, sebagai wakil rakyat. Tapi kenapa saudaraku, tak kulihat perubahan yang terjadi setelah kau menduduki kursi paripurna itu, rakyat masih begini-begini saja, sedangkan kau tampak menikmati fasilitas yang hanya jadi impianku itu, kau datang dengan mobil mewahmu, sekedar ngobrol, sekilas bertanya bagaimana keadaanku, bagaimana keadaan rakyat, aku bukan orang yang perhatian dengan masyarakat, ya aku ungkapkanlah apa yang aku tahu, dan tentunya disaat begini aku ingin memamfaatkanmu.